Google Search

Google

Kamis, 25 Januari 2018

Mau dibawa kemana INDONESIA ?

Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerto Raharjo

Itulah falsafah tentang kemakmuran dan kesejahteraan di negeri ini. Namun mengapa falsafah dan cita-cita ini seakan-akan tidak bisa diraih. Kemakmuran dan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir kelompok, sedangkan mayoritas masih hidup dalam kemiskinan.

Adalah negara yang seharusnya menjadi penyeimbang ketimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Dibutuhkan profesionalisme dan idealisme yang kuat dalam menjaga keseimbangan tersebut. 

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sudah jelas-jelas dituliskan bahwa sudah menjadi keharusan bagi Negara untuk lebih memihak kepada kaum fakir dan miskin. Namun demikian kita sadari bersama bahwa intervensi kepentingan seringkali membelokkan niat baik yang sudah diamanatkan oleh para founding fathers negara ini.

Kekuatan modal besar acapkali menelusup di celah-celah kebijakan negara, sehingga kebijakan yang dikeluarkan acap kali kurang maksimal dalam mempersempit jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin.

Beberapa kebijakan yang perlu dikritisi adalah terkait dengan impor beras dan garam. Secara kasat mata kita melihat bahwa negeri ini masih memiliki potensi produksi pangan khususnya beras dan garam yang cukup besar. Namun dengan adanya kebijakan impor beras dan garam tersebut akan dengan serta merta mematikan daya saing petani lokal khususnya petani padi dan petani garam.

Hal-hal semacam inilah yang menurut kami kurang pas dan terindikasi salah strategi dalam membuat kebijakan. Dari pengambilan kebijakan yang tidak maksimal untuk mendukung terciptanya kesejahetraan masyarakat ini akan menimbulkan banyak spekulasi di masyarakat, bahwa kebijakan tersebut telah diintervensi oleh kalangan-kalangan tertentu.

Untuk itu perlu kiranya negara melakukan re booting atas setiap pengambilan keputusan. Re positioning negara untuk kembali berpihak kepada masyarakat luas terutama masyarakat yang tidak mampu. Negara membuat satu instrumen agar ada aliran dana/modal yang bersumber dari kelompok-kelompok penguasa ekonomi kepada masyarakat umum dalam bentuk modal produktif. 

Senin, 25 Juni 2012

Susahnya mencari Tempat Sampah di Jakarta

Budaya bersih adalah budaya mulia yang seringkali hanya menjadi slogan di tengah masyarakat. Getir rasanya ketika kita melihat papan reklame layanan masyarakat tentang anjuran kebersihan namun sarana dan prasarana pendukungnya tidak/kurang tersedia secara merata, akibatnya kebiasaan buruk terus saja berjalan yaitu membuang sampah sembarangan.

Pemerintah Provinsi Jakarta pun telah mengadopsi cara represif ala Negara Singapura dengan membuat sanksi tegas kepada para pembuang sampah sembarangan, lagi-lagi peraturan ini hanyalah MACAN OMPONG saja keras di penulisan peraturannya namun ompong ketika pelaksanaannya. Dikarenakan tidak ada upaya keras pihak pemerintah dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana tertuang dalam peraturan tersebut, sama halnya dengan Peraturan sanksi atas penyeberang jalan yang menyeberang tidak pada tempatnya.

Tak bisa dipungkiri sebagian masyarakat sudah mulai sadar akan upaya peningkatan kebersihan lingkungan, namun demikian kesadaran yang sifatnya masih prematur ini akan dengan mudahnya luntur apabila tidak mendapat dukungan yang optimal, contoh kecil nya adalah dengan menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai dan tersebar di berbagai sudut ruang. Pengalaman pribadi saya adalah saya seringkali mengalami kesulitan ketika hendak membuang sampah-sampah kecil semisal bungkus permen atau makanan ketika berada di ruang publik seperti mall, perkantoran, stasiun, terminal dan bandara.

Sepengetahuan saya tempat-tempat sampah tersebut coverage areanya terlalu luas misalnya saja di bandara untuk ruang tunggu keberangkatan saja jumlah tempat sampahnya sangat sedikit, belum lagi di mall ataupun di stasiun, oleh karena ini kami sarankan agar semangat budaya bersih ini tidak LAYU SEBELUM BERKEMBANG, perlu kiranya pemerintah dalam hal ini Pemprov DKI mulai memperbanyak tempat sampah di berbagai sudut ruangan, sehingga semakin mempermudah akses masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya

Rabu, 21 Desember 2011

Beda Palestina dengan Sudan Selatan

Di dunia ini memang banyak sekali kita temui berbagai kejanggalan yang secara kasat mata bisa kita temui. Salah satu kejanggalan yang sangat mencolok dan anak kecil pun bisa membedakannya adalah kejanggalan sebuah pengakuan kemerdekaan atas suatu kelompok/negara.

Coba kita lihat dengan seksama, di satu sisi adalah Palestina/Kosovo dan di sisi lain adalah Sudan Selatan/Timor Leste. Masing-masing memiliki tujuan yang sama yaitu kemerdekaan, dan sarana untuk mendapatkan kemerdekaan adalah hampir sama dengan perjuangan fisik serta diplomasi. Namun kenapa Palestina/Kosovo tidak bisa semudah Sudan Selatan/Timor Leste dalam mendapatkan kemerdekaan ataupun pengakuan PBB sebagai lembaga persatuan dunia.

Kejanggalan inilah yang seringkali mengemuka namun tidak pernah bisa diselesaikan secara bijaksana, sebuah ironi besar yang tercatat dalam lembar sejarah akan sebuah ketidakadilan yang dibalut dalam bayang-bayang persekongkolan tingkat tinggi. Dalam beberapa hari ke depan mari kita saksikan bersama-sama bagaimana sebuah calon negara yang bernama Palestina/Kosovo akan di veto oleh para pemegang mandat tertinggi dan digagalkan upayanya untuk mendapat pengakuan dunia atas kemerdekaan. bisakah HAM bicara dalam kasus seperti ini ?